1.Dalam pandangan Islam, zina merupakan
perbuatan kriminal (jarimah) yang dikategorikan hukuman hudud.
Yakni sebuah jenis hukuman atas perbuatan maksiat yang
menjadi hak Allah SWT. Sehingga tidak ada seorang pun yang berhak memaafkan
kemaksiatan tersebut, baik oleh penguasa atau pihak yang berkaitan dengannya.
Berdasarkan Qs. an-Nuur [24] ayat 2, pelaku perzinaan baik
laki-laki maupun perempuan harus dihukum jilid (cambuk) sebanyak 100 kali.
Namun, jika pelaku perzinaan itu sudah muhson (pernah
menikah), sebagaimana ketentuan hadits Nabi saw maka diterapkan hukuman rajam.
2.Yang memiliki hak untuk menerapkan hukuman
tersebut hanya khalifah (kepala negara Khilafah Islamiyyah) atau orang-orang
yang ditugasi olehnya.
Jika sekarang tidak ada khalifah, yang dilakukan bukan
menghukum pelaku perzinaan itu. Namun harus berjuang menegakkan Daulah Khilafah
terlebih dahulu.
3.Yang berhak memutuskan perkara-perkara
pelanggaran hukum adalah qadhi (hakim) dalam mahkamah (pengadilan).
Tentu saja dalam memutuskan perkara tersebut qadhi itu harus
merujuk dan mengacu kepada ketetapan syara’. Yang harus dilakukan pertama kali
oleh qadhi adalah melakukan pembuktian. Benarkah pelanggaran hukum itu telah
terjadi.
Dalam Islam, ada empat hal yang dapat dijadikan sebagai
bukti, yakni :
a. Saksi
b. Sumpah
c. pengakuan, dan
d. dokumen atau
bukti tulisan.
Dalam kasus perzinaan, pembuktian perzinaan ada dua, yakni
saksi yang berjumlah empat orang dan pengakuan pelaku. Tentang kesaksian empat
orang, didasarkan Qs. an-Nuur [24] ayat 4. Sedangkan pengakuan pelaku,
didasarkan beberapa hadits Nabi saw. Ma’iz bin al-Aslami, sahabat Rasulullah
Saw dan seorang wanita dari al-Ghamidiyyah dijatuhi hukuman rajam ketika
keduanya mengaku telah berzina. Di samping kedua bukti tersebut, berdasarkan
Qs. an-Nuur ayat 6-10, ada hukuman khusus bagi suami yang menuduh istrinya berzina.
Menurut ketetapan ayat tersebut seorang suami yang menuduh
istrinya berzina sementara ia tidak dapat mendatangkan empat orang saksi, ia
dapat menggunakan sumpah sebagai buktinya. Jika ia berani bersumpah sebanyak
empat kali yang menyatakan bahwa dia termasuk orang-orang yang benar dan pada
sumpah kelima ia menyatakan bahwa laknat Allah SWT atas dirinya jika ia
termasuk yang berdusta.
Maka ucapan sumpah itu dapat mengharuskan istrinya dijatuhi
hukuman rajam. Namun demikian, jika istrinya juga berani bersumpah sebanyak
empat kali yang isinya bahwa suaminya termasuk orang-orang yang berdusta dan
pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa bahwa laknat Allah S.W.T. atas dirinya
jika suaminya termasuk orang-orang yang benar, dapat menghindarkan dirinya dari
hukuman rajam. Jika ini terjadi, keduanya dipisahkan dari status suami istri
dan tidak boleh menikah selamanya. Inilah yang dikenal dengan sumpah li’an.
4. Karena syaratnya
harus ada empat orang saksi, seseorang tidak dapat dijatuhi hukuman.
Pengakuan dari salah satu pihak tidak dapat menyeret pihak lainnya untuk
dihukum. Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah diceritakan
bahwa ada seorang budak laki-laki yang masih bujang mengaku telah berzina
dengan tuannya perempuan. Kepada dia, Rasulullah menetapkan hukuman seratus
cambukan dan diasingkan selama satu tahun. Namun demikian Rasulullah Saw tidak
secara otomatis juga menghukum wanitanya. Rasulullah S.A.W. memerintahkan Unais
(salah seorang sahabat) untuk menemui wanita tersebut, jika ia mengaku ia baru
diterapkan hukuman rajam (lihat Bulugh al-Maram bab Hudud). Hasil visum dokter
juga tidak dapat dijadikan sebagai bukti perbuatan zina. Hasil visum itu dapat
dijadikan sebagai petunjuk saja.
5.Tuduhan perzinaan
harus dapat dibuktikan dengan bukti-bukti di atas. Tidak boleh menuduh
seseorang melakukan zina, tanpa dapat mendatangkan empat orang saksi.
6.Berzina termasuk
perbuatan kriminal yang harus dihukum. Jenis hukumannya hanya ada dua,
yakni jilid dan rajam. Bagi pezina ghaoiru muhson yang dijatuhi hukuman jilid,
bisa saja mereka dinikahkan setelah menjalani hukuman. Al-Qur’an dalam Qs.
an-Nuur [24] ayat 3 memberikan kebolehan bagi pezina untuk menikah dengan
sesama pezina. Tentu saja, ini berbeda dengan pezina muhson yang dijatuhi
hukuman rajam hingga mati, kesempatan untuk menikah bisa dikatakan hampir tidak
ada.
0 komentar:
Posting Komentar